Thursday, 6 March 2014

Kesetimbangan Uap Cair

INI ADALAH LAPORAN KIMIA FISIKA BESERTA PDF YANG BISA DI DOWNLOAD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Alat penyuling (distillation) kontinyu memiliki pendidih ulang (reboiler) yang mendapat umpan berupa zat cair secara kontinyu yang merupakan komponen yang akan dipisahkan. Karena adanya panas yang masuk, zat cair masuk akan diubah sebagian menjadi uap, dalam hal ini uap akan kaya dengan komponen yang volatil (mudah menguap). Apabila perbedaan titik didih dari komponen tersebut relatif tinggi, maka uapnya hampir merupakan komponen murni.
Akan tetapi apabila perbedaan titik didih dari komponen tersebut, tidak terlalu besar, maka uap merupakan campuran dari beberapa komponen. Kemudian uap campuran tersebut dikondensasikan, kemudian zat cair hasil kondensasi, sebagian dikembalikan ke dalam kolom, yang disebut dengan refluks. Cairan yang dikembalikan tersebut (refluks) diusahakan agar dapat kontak secara lawan arah dengan uap, sehingga diharapkan hasil atas (overhead) akan meningkat kemurniannya. Untuk mendapatkan kondisi tersebut (kemurnian meningkat), diperlukan uap yang banyak agar dapat digunakan sebagai refluks dan hasil atas. Kondisi tersebut harus diimbangi dengan panas yang masuk pada reboiler harus besar (ditingkatkan). Hal ini perlu dipertimbangkan, khususnya dalam rangka penghematan energi.
Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa. Masalah perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua cara yang berbeda. Pertama dengan menggunakan konsep tahapan kesetimbangan dan kedua atas dasar proses laju difusi. Distilasi dilaksanakan dengan rangkaian alat berupa kolom sehingga dengan pemanasan komponen dapat menguap, terkondensasi, dan dipisahkan secara bertahap berdasarkan tekanan uap / titik didihnya. Proses ini memerlukan perhitungan tahap kesetimbangan (Brotherhood, 2011).
Dalam lingkup teknik kimia, pemahaman tentang kesetimbangan uap-cair sangat diperlukan karena banyak proses industri kimia yang memerlukan konsep kesetimbangan uap-cair dalam pengembangannya. Oleh karena itu, penting bagi seorang sarjana teknik kimia untuk mempelajari kesetimbangan uap cair karena penerapannya cukup banyak pada proses industri kimia.

1.2    Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam percobaan kesetimbangan uap-cair ini adalah bagaimana cara untuk mencari hubungan antara komposisi uap dengan komposisi cairan dengan suhu dan tekanan pada kondisi kesetimbangan uap-cair.

1.3    Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mencari hubungan antara komposisi uap dengan komposisi cairan dengan suhu dan tekanan pada kondisi kesetimbangan uap-cair.

1.4    Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini adalah praktikan dapat mengetahui hubungan antara komposisi uap dengan komposisi cairan dengan suhu dan tekanan pada kondisi kesetimbangan uap-cair.

1.5    Ruang Lingkup Percobaan
Praktikum Kimia Fisika dengan modul percobaan Kesetimbangan Uap-Cair ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara dan dalam kondisi ruangan:
                                             Tekanan udara   :  760 mmHg
                                             Temperatur       :  30 oC
dilakukan dalam ruangan dengan menggunakan bahan–bahan antara lain Kalium hidroksida (KOH), asam phospat (H3PO4), dan aquadest (H2O), dengan perbandingan asam phospat dan aquadest sebesar 1:3. Sedangkan untuk peralatan digunakan alat-alat seperti labu distilasi, termometer, pendingin leibig, gelas ukur, bunsen, erlenmeyer, buret, piknometer, corong gelas, klem, dan statif.

 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Kesetimbangan Uap-Cair
       Perhitungan kesetimbangan uap cair dilakukan untuk menentukan komposisi fasauap dan fasa cair suatu campuran yang berada dalam keadaan setimbang. Kesetimbanganuap cair dapat digambarkan dengan skema berikut:
Fase Uap
μivyi TvPv


FaseCair
μiL xi TlPl
 






Perhitungan kesetimbangan uap cair diselesaikan dengan menerapkan kriteriakesetimbangan uap-cair. Dua fasa berada dalam kesetimbangan termodinamik apabilatemperatur dan tekanan kedua fasa sama serta potensial kimia masing-masing komponenyang terlibat di kedua fasa bernilai sama. Dengan demikian, pada temperatur dan tekanantertentu, kriteria kesetimbangan uap cair dapat dinyatakan sebagai berikut:
μiV= μiL
dimana i = 1 sampai N
dimana μi adalah potensial kimia komponen i, N adalah jumlah komponen, V dan L
menyatakan fasa uap dan fasa cair.Potensial kimia adalah besaran yang tidak mudah dipahami dan juga sukardihubungkan dengan variabel-variabel yang mudah diukur seperti tekanan, temperatur, dankomposisi. Untuk mengatasi hal tersebut, Lewis mengemukakan sebuah konsep yangdikenal sebagai konsep fugasitas. Berdasarkan konsep ini, kesamaan potensial kimia dapatdiartikan pula sebagai kesamaan fugasitas tanpa mengurangi arti yang terkandung didalamnya. Dengan demikian, kriteria kesetimbangan uap-cair dapat dituliskan kembalisebagai:
fiV= fiL,
 i = 1 sampai N
dimana fi adalah fugasitas komponen i(Sperisa, 2011).
2.2  Model Persamaan Kesetimbangan Uap-Cair (VLE) Sederhana
       Ketika termodinamika diterapkan untuk kesetimbangan uap-cair, tujuannya adalah menemukan temperature, tekanan, dan komposisi fasa dalam kesetimbangan dengan perhitungan. Sesungguhnya, termodinamika menyediakan ruang lingkup kerja matematis untuk hubungan sistematis, ekstensi, generalisasi, avaluasi, dan interpretasi data. Lebih dari itu, ini berarti dengan prediksi berbagai teori fisika molekular dan mekanik statistik dapat diterapkan untuk tujuan praktis. Tak satupun ini dapat diselesaikan tanpa model untuk prilaku sistem dalam kesetimbangan uap-cair. Tiga model yang paling sederhana adalah Hukum Dalton, Hukum Henry dan Hukum Roult ( Heri, 2011).

2.2.1 Hukum Dalton
Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan total suatu campuran gas merupakan jumlah dari tekanan-tekanan parsial dari semua komponen-komponennya.
                                                                   (1-1)
Tekanan parsial suatu komponen sebanding dengan banyaknya mol komponen tersebut. Fraksi mol untuk masing-masing komponen adalah :
                                                          (1-2)
dimana :
            P  = Tekanan total (mmHg)
            Pi  = Tekanan parsial komponen i ( i = A, B, ..., N)

2.2.2 Hukum Henry
Hukum Henry menyatakan bahwa tekanan parsial suatu komponen (A) di atas larutan sebanding dengan fraksi mol komponen tersebut dalam larutan. Penyataan ini dapat dituliskan :
                                                                                                             (1-3)
dimana :
            PA= Tekanan parsial komponen A di atas larutan
            XA= Fraksi mol komponen A
            H    = Konstanta hukum Henry
Harga konstanta hukum Henry berubah terhadap perubahan temperatur.
Berdasarkan kurva hubungan tekanan parsial terhadap temperatur, ditunjukkan bahwa kurva tekanan parsial dari tiap-tiap komponen menjadi lurus pada ujung kurva, dimana komponen dalam larutan tersebut sedikit. Melalui penggunaan hukum Henry pada perubahan temperatur yang kecil, sehingga konstanta hukum Henry masih dianggap konstan, maka perubahan tekanan parsial terhadap fraksi mol pada ujung kurva tersebut dapat dianggap megikuti hukum Henry secara tepat ( Heri, 2011).

2.2.3 Hukum Raoult
Hukum Raoult juga memberikan hubungan antar tekanan parsial suatu zat di atas larutan dengan fraksi molnya. Hukum Raoult dapat didefinisikan untuk phase uap-cair dalam kesetimbangan, sebagai berikut :
                                                                                                             (1-4)
dimana, PAadalah tekanan parsial komponen A di atas larutan dengan fraksi mol A adalah XAdan  adalah tekanan uap komponen A dalam keadaan murni pada temperatur larutan tersebut.
Untuk komponen kedua dari campuran binair (komponen B), dapat dituliskan :
                                                                                       (1-5)
Disini PB menunjukkan tekanan parsial komponen B di atas larutan, dan  merupakan tekanan uap murni komponen B pada temperatur larutan.
Jika P adalah tekanan total, maka :
                                                              (1-6)                   
Karena YA merupakan fraksi komponen A dalam uap, adalah sama dengan perbandingan tekanan parsial A terhadap tekanan total, maka :
                                        (1-7)

Hukum Raoult berlaku untuk larutan ideal, seperti larutan benzena-toluena, n-heksana-heptana, dan metil alkohol-etil alkohol, yang biasanya zat-zat tersebut mempunyai sifat kimia yang sama atau secara kimia mirip satu sama lain.
Untuk larutan encer hukum Raoult berlaku bagi pelarutnya. Kenaikan temperatur larutan akan memperbesar penguapan yang berakibat pula memperbesar tekanan uap larutan atau tekanan total ( Heri, 2011).

2.3  Aplikasi Dalam Industri
Proses Exchange Air-Hidrogen Sulfida”
Alat proses destilasi berbeda dalam tekanan uap untuk jenis isotop. Karena  perbedaan ini sangat kecil, proses biasanya diulang untuk beberapa kali dalam kolom fraksinasi, dan berakhir di sebuah riam dari beberapa tahapan. Cairan diuapkan pada aliran bottom dan uap dikondensasikan pada bagian top sehingga hubungan counter current berkesinambungan merupakan hal yang tak dapat dihindari.
Temperatur rangkap pertama kali diketahui sebagai proses GS (Girdler-Sulfide) tapi dengan menambah proses recovery, proses ini dinamakan proses exchange air-hidrogen sulfida. Sebuah flowsheet yang sangat sederhana untuk proses ini ditunjukkan dalam gambar berikut.

Gambar 1.1 Flowsheet Proses Exchange Air-Hidrogen Sulfida
(Lee, 2006)
Karakteristik proses ini secara umum adalah sebagai berikut.
Reaksi pengubahan Deuterium antara air dan hidrogen sulfida adalah sebagai berikut.
H2S(l) + HDS(g)  HDO(l) + H2S(g)
Reaksi ini berjalan sangat cepat dan memiliki konstanta keseimbangan 2,32 pada 32 oC. Faktor ketergantungan temperatur dari pemisahan uap-cair adalah faktor β, dimana:
β menurun seiring turunnya temperatur. Ketika sebuah proses berada di bawah tempertaur rangkap,
βepektif =
pengaruh temperatur lebih dingin seharusnya lebih baik. Namun, di bawah 28 oC, H2S akan membentuk suatu hidrat. Batas temperatur dingin ini dinaikkan ke 30 oC. Temperatur panas tertinggi adalah dipilih untuk recovery tetapi mengoperasikan tower panas di luar 130 oC adalah kurang ekonomis. Hal ini mengarahkan untuk menurunkan diameter tower panas dan pemakaian steam, dan mengimbangi permintaan perolehan di recovery.
        Pada 20 atm (2MPa), penyimpanan tower berada pada suhu sekitar 30 oC, untuk mengikuti formasi hidrat. Aliran cepat naik pada temperatur kondensasi pada 20 atm adalah alasan lain untuk tekanan optimum ini.
        Benedict, Pigford, dan Levi memberikan analisis matematika untuk proses GS ini. Kekurangan proses ini adalah tingginya laju korosi alami dari endapan cairan. Plant berkapasitas 400 Mg/tahun ini membutuhkan inventasi 800 Mg dari H2S yang mana adalah sangat toksik, dan menimbulkan bau tidak enak walau pada konsentrasi rendah.
        Pengukuran kecukupan harus dipenuhi untuk seleksi material, pabrikasi, purifikasi umpan, umpan, dan pembuangan ke air dan ke udara bebas. Dan yang paling penting adalah proses exchange ini tidak akan berbahaya pada populasi mahluk hidup dan lingkungan (Lee, 2006).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil Percobaan
Larutan KOH                                :       1               N
Volume                                         :       200           ml
Larutan biner                                 :       245           ml
Larutan aquadest                          :       180           ml
Larutan asam phospat                   :       65             ml
Densitas air                                   :       0,99568    gr/ml
Temperatur distilat pertama kali   :       98             oC

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Densitas Distilat
Distilat
T (oC)
Vol Distilat
( ml )
Vol KOH
( ml )
Massa Distilat
( gr )
Densitas
( gr/ml )
I
II
III
IV
V
98
100
102
104
106
43,9
95,3
38,5
27,2
20,3
29,6
40,5
50,4
55,6
60,5
44,001
95,519
38,589
27,263
20,347
1,0020
1,0014
1,0009
0,9873
0,8714






Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Sebelum Pemanasan
No
r (gr/ml)
XHap
1
1,0023
0,062
0,938





Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Sesudah Pemanasan
No
T (oC)
r distilat
X
y
H2O
H3PO4
H2O
H3PO4
1
98
1,76
0,987
0,013
0,9177
0,0823
2
100
3,82
0,992
0,008
0,948
0,052
3
4
5
102
104
106
1,54
1,05
0,78
0,974
0,956
0,9298
0,026
0,044
0,0702
0,843
0,755
0,649
0,157
0,245
0,351


4.2    Pembahasan
4.2.1   Pengaruh Temperatur terhadap Tekanan Uap Air (H2O)  (Teori)
Gambar 4.1 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh tekanan uap air terhadap suhu secara teori.
Gambar 4.1 Grafik P°H2O vs Temperatur (°C) (Teori)
(Perry, 1999)

Pada gambar 4.1 Grafik P° H2O vs Temperatur (°C) (teori) yang diperoleh adalah berupa grafik dengan garis lurus. Hubungan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka akan semakin besar pula P° H2O nya.
Hal ini dapat dilihat dari persamaan Antoine yang menyatakan tekanan uap komponen murni, yaitu :
                                           (Smith, 2005)
Dimana :   Psat         =  Tekanan uap jenuh (mmHg)
            A,B,C  =  Konstanta Antoine
            T          =  Temperatur (oC)
Dari persamaan Antoine, semakin tinggi suhu (T), maka tekanan uap (Psat) dari suatu senyawa akan semakin tinggi juga (Smith, 2005).

4.2.2  Pengaruh Suhu terhadap Fraksi Mol Cair Air
Gambar 4.2 merupakan gafik yang menunjukkan pengaruh suhu terhadap fraksi mol cair secara teori.
Gambar 4.2 Grafik Temperatur (oC)  vs  XH2O (Teori)
(Perry, 1999)

Gambar 4.3 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh suhu terhadap fraksi mol cair air berdasarkan praktek.
Gambar 4.3 Grafik Temperatur (oC) vs  (Praktek)

Pada Grafik 4.2 terlihat bahwa fraksi mol cair air  secara teori menurun seiring dengan bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan pada suhu yang semakin tinggi di atas titik didih air 100 oC, air sudah menguap sehingga jumlah air dalam bentuk cair makin sedikit. Akibatnya  semakin berkurang pula.
Pada Gambar 4.3 Grafik Temperatur (oC) vs  XH2O (praktek) ditunjukkan grafik suhu vs fraksi mol cair air yang diperoleh secara praktek. Hasil yang diperoleh dari fraksi mol cair air praktek relatif menurun. Nilai fraksi yang diperoleh pada praktek, pada suhu 98 oC diperoleh fraksi mol sebesar 0,987. Kemudian pada suhu 100 oC menjadi 0,992, pada suhu 102 oC turun menjadi 0,974, pada suhu 104 oC turun menjadi 0,956, dan pada suhu 106 oC turun menjadi 0,9298. Dari grafik yang diperoleh tidak sesuai dengan teori dimana fraksi mol cair air XH2O relatif semakin menurun seiring dengan bertambahnya suhu. Adapun penyebab penyimpangan pada praktek tersebut adalah :
1.         Pembacaan suhu pada termometer yang kurang tepat.
2.         Penentuan volume pentiter yang kurang tepat.
     3.    Pengukuran volume dan massa cairan yang tidak tepat

     

        4.2.3  Pengaruh Suhu terhadap Fraksi Mol Cair Asam Phospat
Gambar 4.4 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh suhu terhadap fraksi mol cair asam phospat berdasarkan teori.
Gambar 4.4 Pengaruh  Suhu terhadap Fraksi Mol Cair Asam Phospat (Teori)
(Perry, 1999)

Gambar 4.5 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh suhu terhadap fraksi mol cair asam phospat berdasarkan praktek.
Gambar 4.5 Pengaruh Suhu terhadap Fraksi Mol Cair Asam Phospat (Praktek)

Dari Gambar 4.4 Grafik Temperatur (oC) vs XHAp diperoleh bahwa pada grafik temperatur (oC) vs fraksi mol cair asam phospat yang secara teori berupa garis lurus. Hubungan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka akan semakin besar pula XHAp nya, karena pada suhu diatas 100 oC air sudah menguap sedangkan asam asetat belum.
Pada gambar 4.5 Grafik Temperatur  vs XHAp ditunjukkan grafik suhu vs fraksi mol cair asam phospat yang diperoleh secara praktek. Secara teori, fraksi mol cair asam phospat XHAp bertambah seiring dengan bertambahnya suhu (Perry, 1999). Dari percobaan yang telah dilakukan juga diperoleh bahwa fraksi mol cair dari asam phospat relatif semakin meningkat dengan adanya peningkatan suhu karena jika suhu lebih dari 100 oC maka air akan menguap sehingga fraksi mol cair asam phospat meningkat. Dari hasil percobaan diperoleh pada suhu 98 oC fraksi mol cair asam phospat sebesar 0,013, pada suhu 100 oC mengalami sedikit penurunan  menjadi 0,008, pada suhu 102 oC terjadi kenaikan menjadi 0,026, pada suhu 104 oC naik menjadi 0,044, dan pada suhu 106 oC naik menjadi 0,0702. Dari grafik yang diperoleh telah sesuai dengan teori dimana fraksi mol cair asam phospat XHAp relatif semakin meningkat seiring dengan bertambahnya suhu.














4.2.4  Pengaruh  Suhu  terhadap Fraksi Mol Uap Air
Gambar 4.6 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh suhu terhadap fraksi mol uap air berdasarkan teori.
Gambar 4.6 Pengaruh Suhu terhadap Fraksi Mol Uap Air (Teori)
(Perry, 1999)

Gambar 4.7 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh suhu terhadap fraksi mol uap air berdasarkan praktek.
Gambar 4.7 Pengaruh Suhu terhadap Fraksi Mol Uap Air (Praktek)
Dari gambar 4.6 Grafik Temperatur vs YH2O di atas ditunjukkan bahwa grafik temperatur vs fraksi mol uap air secara teori berupa garis lurus menurun ke bawah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka akan semakin kecil pula YH2O. Hal ini terjadi karena pada suhu 100oC (titik didih air), air sudah mulai menguap sedangkan asam asetat belum. Tetapi jika pemanasan terus dilanjutkan, maka pada suatu saat asam asetat akan mulai menguap juga.
Dimana semakin menurun fraksi mol uap air (y1), maka tekanannya (P) akan semakin meningkat dan menurut persamaan Antoine, meningkatnya tekanan maka suhu juga meningkat. Jadi, menurunnya fraksi mol uap air akan seiring dengan naiknya suhu (Smith, 2005).
Pada Gambar 4.7 menunjukkan ketidaksesuaian dengan bentuk grafik teorinya; grafik garis lurus yang menurun namun pada praktek tetap diperoleh garis yang realtif turun. Pada suhu 98 oC  diperoleh fraksi mol uap air adalah 0,9177 dan terus menurun pada suhu 106 oC adalah 0,9298. Hal ini disebabkan pada suhu 100 oC  (titik didih air), air sudah mulai menguap sedangkan HAp belum. Tetapi jika pemanasan terus dilanjutkan, maka pada suatu saat asam phospat akan mulai menguap juga. Akibatnya fraksi uap H2O akan berkurang karena adanya uap asam phospat yang tercampur dengan uap air.

4.2.5  Pengaruh Suhu terhadap Fraksi Mol Uap Asam Phospat
Gambar 4.8 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh suhu terhadap fraksi mol uap asam phospat berdasarkan teori.
Gambar 4.8 Pengaruh Suhu terhadap Fraksi Mol Uap Asam Phospat (Teori)
(Perry, 1999)

Gambar 4.9 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh suhu terhadap fraksi mol uap asam phospat berdasarkan praktek.
Gambar 4.9 Pengaruh Suhu terhadap Fraksi Mol Uap Asam Phospat (Praktek)

Pada Grafik 4.8 terlihat bahwa fraksi mol uap asam phospat YHAp secara teori bertambah seiring dengan bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan pada suhu sekitar 100 oC, asam phospat mulai menguap. Jika pemanasan terus dilanjutkan, maka asam phospat yang menguap akan semakin banyak. Akibatnya YHAp semakin bertambah pula. Dari grafik di atas terlihat bahwa grafik temperatur terhadap YHAp secara teori berupa garis lurus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka akan semakin besar pula YHAp nya.
Pada Gambar 4.9 ditunjukkan grafik praktek tidak berbentuk garis lurus yang meningkat seperti bentuk grafik teorinya namun pada praktek tetap diperoleh garis yang relatif naik. Pada suhu 98 oC diperoleh fraksi mol uap asam phospat adalah 0,0823 dan pada suhu 106 oC adalah 0,351. Hal ini disebabkan pada suhu sekitar 100 oC, asam phospat mulai menguap. Jika pemanasan terus dilanjutkan, maka asam phospat yang menguap akan semakin banyak. Akibatnya  semakin bertambah pula.



4.2.6  Pengaruh Fraksi Mol Uap Air terhadap Fraksi Mol Cair Air
Gambar 4.10 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh fraksi mol uap air terhadap fraksi mol cair air berdasarkan teori.
  Gambar 4.10 Pengaruh Fraksi Mol Uap Air terhadap Fraksi Mol Cair Air (Teori)
(Perry, 1999)

Gambar 4.11 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh fraksi mol uap air terhadap fraksi mol cair air berdasarkan praktek.
   Gambar 4.11 Pengaruh Fraksi Mol Uap Air terhadap Fraksi Mol Cair Air (Praktek)
Pada Grafik 4.10 grafik  terhadap  secara teori terlihat bahwa semakin bertambahnya fraksi mol cair air maka semakin bertambah pula fraksi mol uap air, dan sebaliknya. Fraksi mol uap H2O akan berkurang seiring dengan berkurangnya fraksi mol cair H2O. Dengan demikian, grafik yang diperoleh adalah grafik yang berupa garis lurus yang semakin meningkat.
Pada Grafik 4.11 nilai fraksi mol uap air dan fraksi mol cair air pada suhu 98 oC dan 106 oC berturut-turut adalah 0,9177; 0,987 dan 0,649; 0,9298. Dari grafik di atas terlihat bahwa grafik  terhadap  secara teori adalah berupa garis lurus dan grafik secara praktek telah sama dengan garfik teori yaitu grafik yang meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar maka akan semakin besar pula -nya.

4.2.7 Pengaruh Fraksi Mol Uap Asam Phospat terhadap Fraksi Mol Cair Asam Phospat
Gambar 4.12 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh fraksi mol uap asam phospat terhadap fraksi mol cair asam phospat berdasarkan teori.
Grafik 4.12 Pengaruh Fraksi Mol Uap Asam Phospat terhadap Fraksi Mol Cair Asam Phospat (Teori)
(Perry, 1999)

Gambar 4.13 Pengaruh Fraksi Mol Uap Asam Phospat terhadap Fraksi Mol Cair Asam Phospat (Praktek)

Dari Gambar 4.12 Grafik YHAp vs XHAp di atas terlihat bahwa grafik fraksi mol uap asam phospat vs fraksi mol cair asam asetat secara teori berupa garis lurus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar YHAp maka akan semakin besar pula XHAp nya.
Dari Gambar 4.13 Grafik YHAp vs XHAp di atas terlihat bahwa grafik fraksi mol uap asam phospat vs fraksi mol cair asam phospat secara praktek sama dengan teori, yang seharusnya berupa garis lurus (Smith, 2005). Pada teori menunjukkan bahwa semakin besar YHAp maka akan semakin besar pula XHAc nya, karena tekanan uap jenuh asam phospat makin lama akan mendekati tekanan udara. Dari percobaan yang telah dilakukan, hasil percobaan sesuai dengan teori, yaitu YHAp berbanding lurus dengan XHAp (Smith, 2005).
Jika kita bandingkan grafik teori dengan praktek, penyimpangan hanya terjadi pada grafik dalam gambar 4.3, 4.5, 4.7 dan 4,9 dimana penyimpangan sering terjadi pada saat suhu mencapai 100 oC. Penyimpangan dapat terjadi karena kesalahan operasional maupun instrumental seperti kekurangtelitian dalam melihat termometer, penutupan labu distilasi yang kurang rapat, sehingga banyaknya uap yang keluar. 

1 comment :

  1. isi LINK downloadnya beda dengan yang anda paparkan diatas,tapi nice info

    ReplyDelete