LAPORAN KCC LENGKAP DENGAN LITERATUR (BISA DI DOWNLOAD DI HALAMAN PALING BAWAH)
ABSTRAK
Tujuan percobaan adalah untuk menentukan koefisien distribusi zat terlarut di antara dua pelarut
dan membuat diagram segitiga sistem kesetimbangan cair - cair. Dalam percobaan ini digunakan bahan
- bahan seperti aquadest, asam asetat, disopropil eter, dan natrium
hidroksida (NaOH). Sedangkan peralatan utama
yang dipakai adalah buret, corong pemisah, dan
piknometer. Dalam percobaan ini
diukur densitas asam asetat, aquadest,
dan diisopropil eter. Kemudian ketiga bahan tersebut dicampurkan ke dalam
corong pemisah, yang pertama dimasukkan adalah aquadest, kemudian asam asetat, dan terakhir diisopropil eter. Kemudian
corong pemisah ditutup dan selanjutnya dikocok selama 3 menit dan didiamkan
selama 2 menit. Setelah terbentuk
dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah, dipisahkan zat tersebut pada erlenmeyer yang berbeda. Kemudian diukur densitas dan
volume dari kedua lapisan tersebut. Selanjutnya diambil 5 ml tiap lapisan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes
phenolphtalein dan dititrasi dengan NaOH 0,8 M. Dicatat
volume NaOH yang digunakan. Dari percobaan diperoleh koefisien distribusi run I
sebesar 0,28 dan pada run II sebesar 7,4116. Persen berat run I secara berurutan
asam asetat, aquadest, dan diisopropil
eter untuk lapisan atas 41,03 %; 8,02 %; 50,93 %, dan untuk lapisan bawah
adalah 41,01 %; 8,04 %; 50,93 %. Persen berat run II secara berurutan asam
asetat, aquadest, dan diisopropil
eter untuk lapisan atas 40,99 %;
8,06 %; 50,93 %, dan untuk lapisan bawah
adalah 40,99 %; 8,05 %; 50,94 %.
Kata kunci : ektraksi, ,kesetimbangan, koefisien
distribusi, titrasi, zat terlarut
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ekstraksi adalah
pemisahan satu atau beberapa bahan dari padatan atau cairan dengan bantuan
pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen
dari suatu campuran homogen
menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating
agent. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari
komponen-komponen dalam campuran. Contoh ekstraksi : pelarutan
komponen-komponen kopi dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah
dibakar atau digiling.
Pemisahan
zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling mencampur antara lain
menggunakan alat corong pisah. Ada suatu jenis pemisahan lainnya dimana pada
satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase yang lain, misalnya
ekstraksi berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan pelarut organik,
dalam hal ini digunakan suatu alat yaitu ekstraktor
sokshlet. Metode sokshlet
merupakan metode ekstraksi dari padatan dengan solvent (pelarut) cair secara kontinu (Sukma, 2007).
Dalam hal
ini, berarti ekstraksi tidak hanya berfungsi sebagai pemisahan zat-zat saja,
namun sesuai dengan kegunaannya ekstraksi juga dapat dilakukan untuk mengambil
suatu bahan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, percobaan ini bermaksud agar kita
mengetahui apa itu ekstraksi dan kegunaannya.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam percobaan
ini adalah mengetahui bagaimana cara mengekstraksi suatu larutan dan mendapakan
kesetimbangan serta bagaimana mengukur koefesien distribusi dari larutan
tersebut.
1.3 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan adalah
1.
Menentukan
Indeks bias suatu cairan.
2.
Menentukan koefisien distribusi zat
terlarut dalam dua pelarut.
3.
Membuat diagram segitiga kesetimbangan cair - cair.
1.4 Manfaat Percobaan
Adapun
manfaat yang diperoleh setelah
melakukan percobaan ini antara lain :
1. Praktikan dapat mengetahui cara penentuan
koefisien distribusi zat terlarut di antara dua pelarut.
2. Praktikan dapat melakukan pemilihan
pelarut yang baik bagi suatu proses ekstraksi.
3. Praktikan dapat
membuat diagram segitiga sistem kesetimbangan cair - cair.
4. Praktikan mengetahui aplikasi
kesetimbangan cair-cair dalam industri.
1.5 Ruang Lingkup Percobaan
Adapun ruang lingkup dari percobaan ini adalah dilakukan di
Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan keadaan ruangan :
Tekanan udara :
760 mmHg
Suhu :
30 oC
Bahan yang digunakan adalah asam asetat, aquadest, diisopropil eter, NaOH, dan phenolftalein. Peralatan yang digunakan adalah batang pengaduk, beaker glass, buret, corong gelas, corong pemisah, erlenmeyer, gelas ukur, piknometer, pipet tetes timbangan, statif
dan klem.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Ektraksi
Ada suatu jenis pemisahan lainnya dimana pada satu
fasa dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase yang lain, misalnya ekstraksi
berulang - ulang suatu larutan dalam pelarut air dan pelarut organik, dalam hal
ini digunakan suatu alat yaitu ekstraktor sokshlet. Metode sokshlet merupakan metode ekstraksi dari padatan dengan solvent (pelarut) cair secara kontinu.
Alatnya dinamakan sokshlet
(ekstraktor sokshlet) yang digunakan
untuk ekstraksi kontinu dari sejumlah kecil bahan. Istilah - istilah
berikut ini umumnya digunakan dalam teknik ekstraksi:
1. Bahan ekstraksi: Campuran bahan yang akan
diekstraksi.
2. Pelarut (media ekstraksi): Cairan yang
digunakan untuk melangsungkan ekstraksi.
3. Ekstrak: Bahan yang dipisahkan dari bahan
ekstraksi.
4. Larutan ekstrak: Pelarut setelah proses
pengambilan ekstrak.
5. Rafinat (residu ekstraksi): Bahan ekstraksi
setelah diambil ekstraknya.
6. Ekstraktor: Alat ekstraksi.
7. Ekstraksi padat - cair: Ekstraksi dari bahan
yang padat.
8.
Ekstraksi cair - cair (ekstraksi dengan pelarut = solvent extraction): Ekstraksi dari bahan ekstraksi yang cair.
Pada ekstraksi tidak
terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak),
melainkan mula-mula hanya terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut.
Ekstraksi akan lebih
menguntungkan jika dilaksanakan dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap tahap
menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan
ekstrak makin lama makin rendah, dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan
menjadi besar, sehingga untuk mendapatkan pelarut kembali biayanya menjadi
mahal (Sukma, 2007).
2.2
Klasifikasi Ektraksi
Ekstraksi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
2.2.1 Ekstraksi padat - cair
Ekstraksi padat cair atau leaching
adalah proses pengambilan komponen terlarut dalam suatu padatan dengan
menggunakan pelarut. Interaksi
diantara komponen terlarut dari padatan ini sangat berpengaruh pada proses
ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini, komponen terlarut yang terangkap didalam
padatan, bergerak melalui pori-pori padatan. Zat terlarut berdifusi keluar
permukaan partikel padatan dan bergerak ke lapisan film sekitar padatan,
selanjutnya ke larutan.
Kelemahan proses ini antara lain adalah :
a.
Adanya
sedikit pelarut yang tertinggal dalam produk. Untuk produk-produk tertentu,
terutama bahan makanan, adanya sedikit pelarut tersisa tersebut perlu dihindari.
Usaha-usaha penghilangan pelarut dalam produk merupakan masalah pemisahan yang
perlu dipelajari lebih lanjut.
b.
Memerlukan
suhu tinggi karena daya larut akan naik dengan naiknya suhu. Suhu tinggi ini
sering menimbulkan kerusakan bahan, sehingga kualitas produk turun.
c.
Selektivitas
pelarut tidak sempurna sehingga ada komponen lain yang ikut terambil dalam
ekstrak. Misalnya pada ektraksi minyak atsiri dari bunga-bungaan, diperoleh
produk yang disebut concrete, yang
masih perlu dimurnikan lagi.
Namun, proses leaching
juga memiliki keunggulan yaitu harga alat pemroses yang lebih murah serta
peralatannya mudah digunakan.
2.2.2
Ekstraksi Superkritis
Fluida
yang kondisinya berada diatas tekanan dan suhu kritis (keadaan superkritis),
mempunyai sifat di antara sifat cairan dan sifat gas. Fluida dalam keadaan ini
bisa dimanfaatkan sebagai pelarut pada ekstraksi dengan beberapa kelebihan,
antara lain :
a.
Kekuatan
pelarut dapat diatur sesuai keperluan dengan mengatur kondisi operasinya.
b.
Daya
larutnya tinggi karena bersifat seperti cairan.
c.
Karena
mempunyai sifat seperti gas, maka viskositasnya rendah sehingga koefisien
perpindahan massanya tinggi.
d.
Pemisahan
kembali pelarut dari ekstrak cukup dan cepat dan sempurna, karena pada keadaan
normal, fluida tersebut berupa gas, sehingga dengan penurunan tekanan, pelarut
otomatis keluar sebagai gas.
e.
Dapat
memakai fluida yang tidak mencemari lingkungan dan tidak mudah terbakar
(misalnya CO2).
2.3 Hukum Distribusi
Menurut
hukum distribusi
Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan
terjadi pembagian kelarutan. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan
sendirinya kedalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah.
Perbandingan konsentrasi solut didalam kedua pelarut tersebut tetap, dan
merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan
distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan
rumus sebagai berikut :
Dimana Kd = Koefisien distribusi dan C1,
C2, Co, dan Ca masing-masing adalah
konsentrasi solut pada pelarut 1,2 organik, dan air. Dari rumus tersebut jika
harga Kd besar, solut secara kuantitatif akan cenderung
terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik, begitu pula terjadi
sebaliknya.
Sebaiknya ukuran keberhasilan untuk suatu proses
ekstraksi sering digunakan besaran berupa faktor pisah (FP) yakni perbandingan
antara koefisien distribusi suatu unsur dengan koefisien distribusi unsur yang
lainnya. Persamaan untuk memperoleh FP adalah :
Kd1 adalah koefisien distribusi unsur 1 dan Kd2
koefisien distribusi unsur 2. Efektifitas dalam proses ekstraksi dapat
dinyatakan dengan persen solut yang terekstrak yang dapat diperoleh dengan
persamaan sebagi berikut :
(Suyanti, 2011)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
Bahan dan Peralatan
3.1.1
Bahan
Bahan
- bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
3.1.1.1 Asam Asetat (CH3COOH)
Fungsi : sebagai zat terlarut
A. Sifat Fisika
1. Titik lebur : 16,7 oC
2. Titik didih : 118, 5 oC
3. Densitas :
1,049 g/cm3
4. Cairan kental mengkilap
5. Padatan mengkilap
B. Sifat
Kimia
1. Dapat dibuat dari hasil fermentasi alkohol
2. Dibuat dengan mengoksidasi etanol
3. Digunakan dalam pembuatan anhidrida etanoat untuk
menghasilkan selulosa etanoat
4. Digunakan untuk membuat etenil etanoat
5. Dibuat dengan mengoksidasi butana dengan bantuan mangan (II) atau
kobalt (II)
(Daintith, 1999).
3.1.1.2 Aquadest ( H2O)
Fungsi : sebagai pelarut
A. Sifat Fisika
1.
Sudut H-O-H : 105o
2.
Titik lebur : 0 oC
3.
Titik didih : 100 °C
4.
Densitas : 1 g/cm3
5.
Rapatan maksimum terjadi pada : 3,98
oC
B. Sifat Kimia
1.
Menyusut di bawah lapisan es
2.
Pelarut yang baik
3.
Molekul air memiliki momen
dwikutub permanen
4.
Air terurai dengan sangat lemah
menjadi ion H3O+ dan OH- lewat swa-ionisasi
5.
Penyerapannya kuat di daerah spektrum
inframerah
(Daintith, 1999).
3.1.1.3
Diisopropil Eter (C6H14O)
Fungsi
: sebagai zat terlarut
A. Sifat Fisika
1. Titik lebur : -42 oC
2. Titik didih : 115,3 oC
3. Tekanan uap : 18 mmHg pada 20 oC
4. pH :
8,5
5. Densitas :
0,98
B. Sifat Kimia
1. Stabil di bawah kondisi penggunaan dan penyimpanan yang biasa.
2. Larut dalam air.
3. Dapat membentuk asap sianida dan oksida karbon dan nitrogen jika
dipanaskan sampai dekomposisi.
4. Ketika dibiarkan di dalam tanah, bahan ini mudah terurai.
5. Tidak serasi dengan asam kuat
(Chembase, 2008).
3.1.1.4
Natrium Hidroksida (NaOH)
Fungsi : sebagai zat pentiter
A. Sifat
Fisika
1. Padatan lembab cair bening yang berwarna putih
2. Hidratnya mengandung 7, 5, 3.5, 3, 2 dan 1 molekul air
3. Densitas : 2,13 g/cm3
4. Titik leleh : 318 oC
5. Titik didih : 1390 oC
B. Sifat
Kimia
1.
Larut dalam air dan
etanol
2. Tidak larut dalam eter
3. Menyerap gas yang bersifat asam
4. Larutannya sangat korosif terhadap jaringan tubuh
5. Dahulu dibuat melalui pengolahan natrium karbonat dengan kapur
(Daintith, 1999).
3.1.1.5
Phenolptalein (C20H14O4)
Fungsi
: sebagai indikator
A. Sifat
Fisika
1. Rumus molekul : C20H14O4
2. Berat molekul : 318,3 g/mol
3. Titik lebur : 262,5 oC
4. Densitas : 1,277 gr/cm3
5. Tekanan uap : 6,7 x 10-13 mmHg pada 25 oC
B. Sifat
Kimia
1. Tidak larut dalam benzena.
2. Tidak mudah terbakar.
3. Larut dalam larutan encer alkali hidroksida,
eter, aseton, kloroform, toluena, dan etanol
4. Jika dititrasi, fenolftalein tidak
berwarna pada pH kurang dari 8,5
5. Fenolftalein berwarna pink pada pH lebih
besar dari 9
(NTP, 2011).
3.1.2
Peralatan
Adapun
alat yang digunakan dalam percobaan adalah:
1.
Buret dan statif
Fungsi : sebagai tempat zat
pentiter pada proses titrasi.
2.
Erlenmeyer
Fungsi : sebagai tempat zat yang
akan ditentukan normalitasnya.
3.
Corong gelas
Fungsi : untuk menuang larutan agar tidak tumpah.
4.
Gelas ukur
Fungsi : untuk menentukan volume
larutan yang akan digunakan.
5.
Beaker gelas
Fungsi : untuk menakar larutan.
6.
Piknometer
Fungsi : untuk menghitung densitas atau massa jenis
suatu zat.
7.
Corong pemisah
Fungsi : sebagai pemisah lapisan yang terbentuk.
8.
Neraca Analit
Fungsi : untuk menimbang bahan yang akan digunakan.
9.
Batang pengaduk
Fungsi : untuk mengaduk larutan.
10. Pipet tetes
Fungsi : untuk mengambil larutan
dalam jumlah yang kecil.
klo mau yang lengkapya ini dia silahkan di download ya,, tau cara downloadnya gk ??? Baca aja disini
ABSTRAK
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB IV-1
BABIV-2
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C
LAMPIRAN D
LAMPIRAN E
APLIKASI
kLO YANG Dibawah ini literaturnya dalam PDF,,,,
SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB IV-1
BABIV-2
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C
LAMPIRAN D
LAMPIRAN E
APLIKASI
kLO YANG Dibawah ini literaturnya dalam PDF,,,,
SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
No comments :
Post a Comment